Pages

Selasa, 30 November 2010

Sejarah Perkembangan Processor

PERKEMBANGAN PROCESSOR DARI GENERASI KE GENERASI


PC didesain berdasar generasi-generasi CPU yang berbeda. Intel bukan satu-satunya perusahaan yang membuat CPU, meskipun yang menjadi pelopor diantara yang lain. Pada tiap generasi yang mendominasi adalah chip-chip Intel, tetapi pada generasi kelima terdapat beberapa pilihan selain chip Intel.

Processor merupakan bagian sangat penting dari sebuah komputer, yang berfungsi sebagai otak dari komputer. Tanpa processor komputer hanyalah sebuah mesin dungu yang tak bisa apa-apa. Processor yang kita pakai saat ini sudah sangat cepat sekali. Tentu saja untuk mencapai kecepatan sampai saat ini processor tersebut mengalami perkembangan. Nah berikut perkembangan processor mulai dari generasi 4004 microprocessor yang di pakai pada mesin penghitung Busicom sampai dengan intel Quad-core Xeon.

Perkembangan processor diawali oleh processor intel pada saat itu hanya satu² nya microprocessor yang ada. Tetapi pada saat ini sudah banyak beredar processor dari produsen yang lain, sehingga user sudah bisa mendapatkan processor yang beragam.

1. Microprocessor 4004 (1971)

4004

Processor di awali pada tahun 1971 dimana intel mengeluarkan processor pertamanya yang di pakai pada mesin penghitung buscom. Ini adalah penemuan yang memulai memasukan system cerdas kedalam mesin. Processor ini dinamakan microprocessor 4004. Chip intel 4004 ini mengawali perkembangan CPU dengan mempelopori peletakan seluruh komponen mesin hitung dalam satu IC. Pada saat ini IC mengerjakan satu tugas saja.

2. Microprocessor 8008 (1972)

intel_8008_1
Pada tahun 1972 intel mengeluarkan microprocessor 8008 yang berkecepatan hitung 2 kali lipat dari MP sebelumnya. MP ini adalah mp 8 bit pertama. Mp ini juga di desain untuk mengerjakan satu pekerjaan saja.

3. Microprocessor 8080 (1974)

L_AMD-C8080A

Pada tahun 1974 intel kembali mengeluarkan mp terbaru dengan seri 8080. Pada seri ini intel melakukan perubahan dari mp multivoltage menjadi triple voltage, teknologi yang di pakai NMOS, lebih cepat dari seri sebelumnya yang memakai teknologi PMOS. Mp ini adalah otak pertama bagi komputer yang bernama altair.Pada saat ini pengalamatan memory sudah sampai 64 kilobyte. Kecepatanya sampai 10X mp sebelumnya.
Tahun ini juga muncul mp dari produsen lain seperti MC6800 dari Motorola -1974, Z80 dari Zilog -1976 (merupakan dua rival berat), dan prosessor2 lain seri 6500 buatan MOST, Rockwell, Hyundai, WDC, NCR dst.

GENERASI 1 (Processor 8088 dan 8086)

NEC-8088L_Siemens-8086

Processor 8086 (1978) merupakan CPU 16 bit pertama Intel yang menggunakan bus sistem 16 bit. Tetapi perangkat keras 16 bit seperti motherboard saat itu terlalu mahal, dimana komputer mikro 8 bit merupakan standart. Pada 1979 Intel merancang ulang CPU sehingga sesuai dengan perangkat keras 8 bit yang ada. PC pertama (1981) mempunyai CPU 8088 ini. 8088 merupakan CPU 16 bit, tetapi hanya secara internal. Lebar bus data eksternal hanya 8 bit yang memberi kompatibelan dengan perangkat keras yang ada.

Sesungguhnya 8088 merupakan CPU 16/8 bit. Secara logika prosesor ini dapat diberi nama 8086SX. 8086 merupakan CPU pertama yang benar-benar 16 bit di keluarga ini.

GENERASI 2 Processor 80286

L_Intel-C80286-4

286 (1982) juga merupakan prosessor 16 bit. Prosessor ini mempunyai kemajuan yang relatif besar dibanding chip-chip generasi pertama. Frekuensi clock ditingkatkan, tetapi perbaikan yang utama ialah optimasi penanganan perintah. 286 menghasilkan kerja lebih banyak tiap tik clock daripada 8088/8086. Pada kecepatan awal (6 MHz) berunjuk kerja empat kali lebih baik dari 8086 pada 4.77 MHz. Belakangan diperkenalkan dengan kecepatan clock 8,10,dan 12 MHz yang digunakan pada IBM PC-AT (1984). Pembaharuan yang lain ialah kemampuan untuk bekerja pada protected mode/mode perlindungan – mode kerja baru dengan “24 bit virtual address mode”/mode pengalamatan virtual 24 bit, yang menegaskan arah perpindahan dari DOS ke Windows dan multitasking. Tetapi anda tidak dapat berganti dari protected kembali ke real mode / mode riil tanpa mere-boot PC, dan sistem operasi yang menggunakan hal ini hanyalah OS/2 saat itu.

Jumat, 26 November 2010

Metode Pembelajaran Efektif

Belajar atau pembelajaran adalah merupakan sebuah kegiatan yang wajib kita lakukan dan kita berikan kepada anak-anak kita. Karena ia merupakan kunci sukses unutk menggapai masa depan yang cerah, mempersiapkan generasi bangsa dengan wawasan ilmu pengetahuan yang tinggi. Yang pada akhirnya akan berguna bagi bangsa, negara, dan agama. Melihat peran yang begitu vital, maka menerapkan metode yang efektif dan efisien adalah sebuah keharusan. Dengan harapan proses belajar mengajar akan berjalan menyenakngkan dan tidak membosankan. Di bawah ini adalah beberapa metode pembelajaran efektif, yang mungkin bisa kita persiapkan.


Metode Debat
Metode debat merupakan salah satu metode pembelajaran yang sangat penting untuk meningkatkan kemampuan akademik siswa. Materi ajar dipilih dan disusun menjadi paket pro dan kontra. Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok terdiri dari empat orang. Di dalam kelompoknya, siswa (dua orang mengambil posisi pro dan dua orang lainnya dalam posisi kontra) melakukan perdebatan tentang topik yang ditugaskan. Laporan masing-masing kelompok yang menyangkut kedua posisi pro dan kontra diberikan kepada guru.
Selanjutnya guru dapat mengevaluasi setiap siswa tentang penguasaan materi yang meliputi kedua posisi tersebut dan mengevaluasi seberapa efektif siswa terlibat dalam prosedur debat.
Pada dasarnya, agar semua model berhasil seperti yang diharapkan pembelajaran kooperatif, setiap model harus melibatkan materi ajar yang memungkinkan siswa saling membantu dan mendukung ketika mereka belajar materi dan bekerja saling tergantung (interdependen) untuk menyelesaikan tugas. Ketrampilan sosial yang dibutuhkan dalam usaha berkolaborasi harus dipandang penting dalam keberhasilan menyelesaikan tugas kelompok. Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada siswa dan peran siswa dapat ditentukan untuk memfasilitasi proses kelompok. Peran tersebut mungkin bermacam-macam menurut tugas, misalnya, peran pencatat (recorder), pembuat kesimpulan (summarizer), pengatur materi (material manager), atau fasilitator dan peran guru bisa sebagai pemonitor proses belajar.

Metode Role Playing
Metode Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihan metode Role Playing:
Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerjasama.
1. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.

Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Adapun keunggulan metode problem solving sebagai berikut:
1. Melatih siswa untuk mendesain suatu penemuan.
2. Berpikir dan bertindak kreatif.
3. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis
4. Mengidentifikasi dan melakukan penyelidikan.
5. Menafsirkan dan mengevaluasi hasil pengamatan.
6. Merangsang perkembangan kemajuan berfikir siswa untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tepat.
7. Dapat membuat pendidikan sekolah lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dunia kerja.
Kelemahan metode problem solving sebagai berikut:
1. Beberapa pokok bahasan sangat sulit untuk menerapkan metode ini. Misal terbatasnya alat-alat laboratorium menyulitkan siswa untuk melihat dan mengamati serta akhirnya dapat menyimpulkan kejadian atau konsep tersebut.
2. Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain.

Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa, peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Langkah-langkah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Kelebihan:
1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.
2. Dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.
3. Dapat memperoleh dari berbagai sumber.
Kekurangan:
1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
2. Membutuhkan banyak waktu dan dana.
3. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

Cooperative Script
Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.
Langkah-langkah:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan.
2. Guru membagikan wacana / materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar.
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar menyimak / mengoreksi / menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap dan membantu mengingat / menghapal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya, serta lakukan seperti di atas.
6. Kesimpulan guru.
7. Penutup.
Kelebihan:
• Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
• Setiap siswa mendapat peran.
• Melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan.
Kekurangan:
• Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
• Hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksi hanya sebatas pada dua orang tersebut).

Picture and Picture
Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan / diurutkan menjadi urutan logis.
Langkah-langkah:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Menyajikan materi sebagai pengantar.
3. Guru menunjukkan / memperlihatkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4. Guru menunjuk / memanggil siswa secara bergantian memasang / mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5. Guru menanyakan alas an / dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6. Dari alasan / urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep / materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7. Kesimpulan / rangkuman.
Kebaikan:
1. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
2. Melatih berpikir logis dan sistematis.
Kekurangan:Memakan banyak waktu. Banyak siswa yang pasif.

Numbered Heads Together
Numbered Heads Together adalah suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
Langkah-langkah:
1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.
5. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
6. Kesimpulan.
Kelebihan:
• Setiap siswa menjadi siap semua.
• Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
• Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
• Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
• Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

Metode Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Metode investigasi kelompok sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketrampilan proses kelompok (group process skills). Para guru yang menggunakan metode investigasi kelompok umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 hingga 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Seleksi topik
Parasiswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik maupun kemampuan akademik.
b. Merencanakan kerjasama
Parasiswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a) di atas.
c. Implementasi
Parasiswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b). Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan ketrampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
d. Analisis dan sintesis
Parasiswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c) dan merencanakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yang menarik di depan kelas.
e. Penyajian hasil akhir
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru.
f. Evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok, atau keduanya.

Metode Jigsaw
Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota bertanggungjawab terhadap penguasaan setiap komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggungjawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri dari yang terdiri dari dua atau tiga orang.
Siswa-siswa ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan.

Metode Team Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Ada5 komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu:
1. Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team)
Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin dan ras atau etnik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game
Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.
4. Turnamen
Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Team recognize (penghargaan kelompok)
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan. Team mendapat julukan “Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40

Model Student Teams – Achievement Divisions (STAD)
Siswa dikelompokkan secara heterogen kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti.
Langkah-langkah:
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll.).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis / pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Penutup.
Kelebihan:
1. Seluruh siswa menjadi lebih siap.
2. Melatih kerjasama dengan baik.
Kekurangan:
1. Anggota kelompok semua mengalami kesulitan.
2. Membedakan siswa.

Model Examples Non Examples
Examples Non Examples adalah metode belajar yang menggunakan contoh-contoh. Contoh-contoh dapat dari kasus / gambar yang relevan dengan KD.
Langkah-langkah:
1. Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan lewat OHP.
3. Guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan kepada siswa untuk memperhatikan / menganalisa gambar.
4. Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada kertas.
5. Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6. Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7. KKesimpulan.
Kebaikan:
1. Siswa lebih kritis dalam menganalisa gambar.
2. Siswa mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar.
3. Siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya.
Kekurangan:
1. Tidak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar.
2. Memakan waktu yang lama.

Model Lesson Study
Lesson Study adalah suatu metode yang dikembangkan di Jepang yang dalam bahasa Jepangnya disebut Jugyokenkyuu. Istilah lesson study sendiri diciptakan oleh Makoto Yoshida.
Lesson Study merupakan suatu proses dalam mengembangkan profesionalitas guru-guru di Jepang dengan jalan menyelidiki/ menguji praktik mengajar mereka agar menjadi lebih efektif.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sejumlah guru bekerjasama dalam suatu kelompok. Kerjasama ini meliputi:
a. Perencanaan.
b. Praktek mengajar.
c. Observasi.
d. Refleksi/ kritikan terhadap pembelajaran.
2. Salah satu guru dalam kelompok tersebut melakukan tahap perencanaan yaitu membuat rencana pembelajaran yang matang dilengkapi dengan dasar-dasar teori yang menunjang.
3. Guru yang telah membuat rencana pembelajaran pada (2) kemudian mengajar di kelas sesungguhnya. Berarti tahap praktek mengajar terlaksana.
4. Guru-guru lain dalam kelompok tersebut mengamati proses pembelajaran sambil mencocokkan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Berarti tahap observasi terlalui.
5. Semua guru dalam kelompok termasuk guru yang telah mengajar kemudian bersama-sama mendiskusikan pengamatan mereka terhadap pembelajaran yang telah berlangsung. Tahap ini merupakan tahap refleksi. Dalam tahap ini juga didiskusikan langkah-langkah perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
6. Hasil pada (5) selanjutnya diimplementasikan pada kelas/ pembelajaran berikutnya dan seterusnya kembali ke (2).
Adapun kelebihan metode lesson study sebagai berikut:
- Dapat diterapkan di setiap bidang mulai seni, bahasa, sampai matematika dan olahraga dan pada setiap tingkatan kelas.
- Dapat dilaksanakan antar/ lintas sekolah.

Senin, 22 November 2010

PROPOSAL SKRIPSI


A. JUDUL

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL PBI (Problem base introduction) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PERAWATAN DAN PERBAIKAN KOMPUTER SISWA KELAS X DI SMK NEGERI 6 MALANG

B. LATAR BELAKANG

Dalam dunia modern seperti saat sekarang ini, kita dapat melihat bagaimana penggunaan perangkat komputer menguasai sebagian besar dari proses pekerjaan manusia. Tujuannya sangat jelas yaitu membantu meringankan dan memudahkan pekerjaan dalam berbagai aplikasi. Namun disayangkan bahwa kebanyakan orang hanya menguasai sistem aplikasi dan kurang mengenal apalagi menguasai sistem operasi maupun perangkat keras komputer. Akibatnya seringkali timbul masalah yang sangat rumit dan tidak dapat segera diatasi yang kemudian menyebabkan beban pekerjaan menjadi berlipat ganda. Jika ini terjadi maka komputer yang tadinya sebagai “alat bantu” kini berubah menjadi “alat tidak membantu” dan bahkan pembawa “masalah”. Dengan adanya pelajaran Perawatan dan Perbaikan Komputer inilah dapat membantu dalam memecahkan masalah pada komputer. Dari sini dapat dilihat perlu adanya pemberian pengalaman belajar secara langsung.

Pemberian pengalaman belajar secara langsung sangat ditekankan melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah dengan tujuan untuk memhami konsep-konsep dan mampu me­mecahkan masalah. Salah satu cara untuk mengembangkan sikap ilmiah tersebut adalah dengan pembelajaran kooperatif (Depdiknas, 2003).

Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara kolaboratif dalam kelompok kecil, dimana mereka saling membantu untuk menguasai materi yang di­­­­ajarkan, hal ini dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar sehingga siswa dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai materi yang di­pelajarinya dengan cara mencari, menemukan, dan mengembangkan secara kelompok fakta-fakta dan konsep-konsep. Dengan pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama memahami materi pelajaran (Jailani, 2000:4)

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Nurhadi (2003:17) metode pem­belajaran kooperatif merupakan salah satu metode yang perlu dipertimbangkan untuk melatih siswa berani berbicara, berani mengungkapkan pendapat dengan baik dan berinteraksi sosial. Banyak sekali model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan. Salah satu pembelajaran kooperatif yang mudah dan sederhana adalah model PBI (Problem Base Instroduction). Dalam moel PBI ini, kelompok-kelompok kecil siswa bekerjasama memecahkan memecahkan suatu masalah yang telah disepakati bersama. Siswa sering kali menggunakan bermacam-macam keterampilan dan prosedur pemecahan masalah dan berpikir kritis. Jadi, suatu model pengajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan metodologis dan prosedural, seperti merumuskan masalah, mengemukakan pertanyaan, melakukan penelitian, berdiskusi dan memperdebatkan temuan, bekerjasama secara kolaburatif, menciptakan karya seni, dan melakukan presentasi.

Pembelajaran ko­operatif model PBI ini tampaknya dapat menjadi salah satu alternatif untuk memudahkan siswa memahami konsep-konsep dan tata cara Perawatan dan Perbaikan Komputer. Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Menurut Sutomo (1998:31), konsep adalah istilah atau definisi yang di­gunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena, kejadian, atau keadaan dari suatu objek baik secara individu maupun kelompok. Konsep merupakan kerangka berpikir dan menjadi dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk dapat merumuskan prinsip dan generalisasi.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model PBI (Problem Based Introduction) Terhadap Aktivitas Dan Hasil Belajar Perawatan dan Perbaikan Komputer Siswa Kelas X Di SMK Negeri 6 Malang.”

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah aktivitas belajar Perawatan dan Perbaikan Komputer siswa kelas X di SMKN 6 Malang dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif model PBI?

2. Apakah hasil belajar Perawatan dan Perbaikan Komputer siswa kelas X di SMKN 6 Malang dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif model PBI?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar Perawatan dan Perbaikan Komputer siswa kelas X SMKN 6 Malang melalui pembelajaran kooperatif model PBI.

2. Untuk meningkatkan hasil belajar Perawatan dan Perbaikan Komputer siswa kelas X SMKN 6 Malang melalui pembelajaran kooperatif model PBI.

E. HIPOTESIS

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ha : Ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif model PBI terhadap aktivitas belajar siswa.

2. Ha : Ada pengaruh yang signifikan metode pembelajaran kooperatif model PBI terhadap hasil belajar siswa.

F. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti

a. Hasil penelitian ini meberikan bukti empirik yang dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut.

b. Mendapat bekal tambahan sebagai mahasiswa dan calon guru Teknik Informatika sehingga siap melaksanakan tugas di lapangan.

2. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat membantu guru dalam pemilihan strategi pengajaran melalui kerja kelompok, bila strategi pengajaran ini berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa.

3. Bagi siswa, dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Perawatan dan Perbaikan Komputer.

G. ASUMSI PENELITIAN

  1. Siswa SMKN 6 Malang memiliki kemampuan untuk menjawab dengan baik semua soal yang diberikan peneliti.
  2. Aktivitas belajar dan hasil belajar siswa berbeda satu sama lain.
  3. Siswa SMKN 6 Malang dapat memahami isi instrumen penelitian sesuai dengan maksud peneliti.

H. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup penelitian meliputi :

1. Variabel penelitian

a Variabel bebas : Pembelajaran dengan kooperatif model PBI

a Variabel terikat : aktivitas belajar siswa (y1) dan hasil belajar siswa (y2) akan diketahui melalui observasi siswa selama pembelajaran

I. DEFINISI OPERASIONAL

1. Dalam moel PBI ini, kelompok-kelompok kecil siswa bekerjasama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati bersama. PBI dapat menjadi salah satu alternatif untuk memudahkan siswa memahami konsep-konsep dan tata cara Perawatan dan Perbaikan Komputer. Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

2. Hasil belajar siswa adalah kemampuan kognitif siswa yang dilihat dari skor tes akhir setelah mengalami proses pembelajaran Perawatan dan Perbaikan Komputer.

3. Aktivitas siswa adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama pembelajran berlangsung, yang melipiuti kemampuan afektif dan kemampuan psikomotorik, seperti keaktifan, keantusiasan, keceriaan, dan kreatifitas, yang dapat direkam dalam lembar observasi.

J. KAJIAN PUSTAKA

1. Tinjauan Umum tentang Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran, termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam desain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai (Joyce, dalam Trianto, 2007:5).

Selanjutnya Soekamto, dkk. (dalam Trianto, 2007:5) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Arends (1997:7) menyatakan, “The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, yntax, environment, and management system.” (Istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya).

Istilah model pembelajaran mempunyai arti yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Model pengajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah: (1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai (Kasdi dan Nur, 2000:9).

Selain memiliki ciri-ciri khusus, menurut Nieveen (1999) suatu model pembelajaran dikatakan baik jika memiliki kriteria sebagai berikut: Pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu (1) apakah model didasarkan pada rasional teoretik yang kuat; dan (2) apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis. Aspek kepraktisan hanya dapat dipenuhi jika: (1) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dikembangkan dapat diterapkan; dan (2) kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tersebut dapat dikembangkan. Ketiga, efektif. Parameter kefektivan meliputi: (1) ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan (2) secara operasional model tersebut memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Senada dengan hal tersebut, Khabibah (2006) menyatakan bahwa untuk melihat tingkat kelayakan suatu model pembelajaran untk aspek validitas, dibutuhkan ahli dan praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang dikembangkan; sedangkan unuk aspek kepraktisan dan efektivitas diperlukan suatu perangkat pembelajaran untuk melaksanakan model yang dikembangkan. Dengan demikian, untuk melihat dua aspek ini perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk topik tertentu yang sesuai dengan model pembelajaran tersebut. Selain itu, dikembangkan pula instrumen penelitian yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Arends (1997:24) menyeleksi enam model pembelajaran yang sering dan praktis digunakan dalam belajar-mengajar, yaitu:presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Selanjutnya Arends mempertegas bahwa tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik di antara lainnya karena msing-masing model dapat dirasakan baik jika sudah diujicobakan untuk mengajarkan materi tertentu. Dengan kata lain, beberapa model pembelajaran yang ada kiranya perlu diseleksi model mana yang paling baik untuk mengajarkan materi tertentu. Dan dalam kesempatan ini pembahasan difokuskan pada pembelajaran berdasarkan masalah, khususnya dalam pembelajaran sastra di sekolah.

2. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah / PBI (Problem Base Introduction)

2.1 Pengertian Pembelajaran Berdasarkan Masalah

Pembelajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, sebab secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri atas menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2007:67), belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua arah, belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang diperoleh dari lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna memperoleh pengertian dan bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah (selanjutnya disingkat PBI) didasarkan pada teori psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah.

PBI juga didasarkan pada konsep konstruktivisme yang dikembangkan oleh ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus-menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini memotivasi mereka untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati (Ibrahim dan Nur, 2005:16-17). Pandangan konstruktivis-kognitif mengemukakan, siswa dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan mereka tidak statis, tetapi terus-menerus tumbuh dan berubah saat siswa menghadapai pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan memodifikasi pengetahuan awal. Menurut Piaget, pendidikan yang baik harus melibatkan siswa dengan situasi-situasi yang dapat membuat anak melakukan eksperimen mandiri, dalam arti mencoba segala sesuatu untuk melihat apa yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, memanipulasi simbol, mengajukan pertanyaan dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang ia temukan pada suatu saat dengan apa yang ia temukan pada saat yang lain, membandingkan temuannya dengan temuan anak lain (Duckworth, dalam Ibrahim dan Muh. Nur, 2005: 17-18).

PBI juga merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanann, dalam Trianto, 2007).

Menurut Arends (1997, dalam Trianto, 2007:68), PBI merupakan pembelajaran yang menuntut siswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), belajar otentik (authentic learning), dan pembelajaran bermakna (anchored instruction).

PBI juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, scaffolding, yaitu suatu proses yang membuat siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih. Peran dialog juga penting, interaksi sosial di dalam dan di luar sekolah berpengaruh pada perolehan bahasa dan perilaku pemecahan masalah anak.

Sementara itu, PBI mempunyai kaitan erat dengan pembelajaran penemuan (inkuiri). Pada kedua model ini guru menekankan keterlibatan siswa secara aktif, orientasi induktif lebih ditekankan dari pada deduktif, dan siswa menemukan atau mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Adapun perbedaannya dalam beberapa hal penting, yaitu: sebagian besar pelajaran dalam inkuiri didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berdasarkan disiplin, dan penyelidikan siswa berlangsung di bawah bimbingan guru dan terbatas di lingkungan kelas. PBI dimulai dengan masalah kehidupan nyata yang bermakna, yang memberi kesempatan kepada siswa dalam memilih dan menentukan penyelidikan apa pun baik di dalam maupun di luar sekolah sejauh itu diperlukan untuk memecahkan masalah (Ibrahim dan Muhammad Nur, 2005: 23).

Pembelajaran ko­operatif model PBI ini tampaknya dapat menjadi salah satu alternatif untuk memudahkan siswa memahami konsep-konsep dan tata cara Perawatan dan Perbaikan Komputer. Secara garis besar PBI terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.

Seperti hanya model pembelajaran kooperatif, Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah utamanya dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, menjasi siswa yang otonom dan mandiri (Ibrahim dan Noor, 2000).

Setiap metode/model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan demikian pula dengan pembelajaran berdasarkan masalah. oleh karena itu penggunaannya hendakya disesuaikan, semua sangat tergantung dari kondisi dan kebutuhan sekolah masing-masing. Olehnya itu untuk menyederhanakan pelaksanaannya guru sebaiknya memilih topik atau pokok bahasan dari mata pelajaran yang akan diajarkan berdasarkan suatu hasil analisis kesesuaian dengan metode pembelajaran berdasarkan masalah.

Menurut Anonim (2006), kelebihan dan kekurangan Model Pembelajaran berdasarkan masalah adalah :
Kelebihan :

1. Siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserapnya dengan baik.

2. Siswa dilatih untuk dapat bekerjasama dengan siswa lain.

3. Siswa dapat memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber.

Kekurangan :

1. Untuk siswa yang malas tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.

2. Membutuhkan banyak waktu dan pendanaan.

3. Tidak semua materi pada mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini

2.2 Karakteristik Model Pembelajaran PBI (Problem Based Introduction)

Karakteristik model pembelajaran PBI (Problem Based Introduction) sebagaimana dikemukakan oleh (Ibrahim dan Nur, 2000) adalah sebagai berikut :

(1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBI mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Menreka mengajukan situasi kehidupan nyata, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai solusi untuk situasi itu.

(2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun PBI berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa dapat meninjau masalah itudari berbagai mata pelajaran.

(3) Penyelidikan autentik. PBI mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpulkan dan melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.

(4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBI menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang merfeka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat , laporan, model fisik, video, maupun program komputer. Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada temannya tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.

(5) Kolaborasi. PBI dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan berpikir.

2.3 Manfaat Pembelajaran Berdasarkan Masalah

PBI tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang mandiri (Ibrahim, dkk., 2000:7).

Menurut Sudjana manfaat khusus yang diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah membantu siswa merumuskan tugas-tugas dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku teks tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya (dalam Trianto, 2007:71).

2.4 Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah

PBI terdiri atas lima langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut.

TAHAP

TINGKAH LAKU GURU

1. Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih

2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2007:72) di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas tradisional. Peran guru dalam kelas PBI antara lain: (1) mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata sehari-hari; (2) memfasilitasi/membimbing penyelidikan, misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen; (3) memfasilitasi dialog siswa; dan (4) mendukung belajar siswa.

Menurut Rachmad Widodo (akhmadsudrajat.wordpress.com/2008) langkah-langkah pembelajaran berdasarkan masalah atau PBI adalah sebagai berikut :

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

3. Pelaksanaan Model Pembelajaran PBI (Problem Base Introduction)

3.1 Tugas-tugas Perencanaan

Karena hakikat interaktifnya, model PBI membutuhkan banyak perencanaan, meliputi:

(1) Penetapan tujuan

Model PBI dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pembelajar mandiri. Dalam pelaksanaannya pembelajaran ini diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.

(2) Merancang situasi masalah

Beberapa guru dalam pengajaran berdasarkan masalah lebih suka memberi keleluasaan kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan secara ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

(3) Organisasi sumber daya dan rencana logistik

Dalam pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan bekerja dengan beragam material dan peralatan serta dalam pelaksanaan, atau di laboratorium, bahkan dapat pula dilakukan di luar sekolah. Oleh karena itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan siswa, haruslah menjadi tugas perencanaan yang utama bagi guru yang menerapkan pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah.

3.2 Tugas Interaktif Berdasarkan Sintaks PBI (Problem Base Introduction)

a. Orientasi Siswa pada Masalah

Siswa perlu memahami bahwa tujuan pengajaran berdasarkan masalah adalah tidak untuk memperoleh informasi baru dalam jumlah besar, tetapi untuk melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah penting dan untuk menjadi pembelajar yang mandiri. Cara yang baik dalam menyajikan masalah untuk suatu materi pelajaran dalam pembelajaran berdasarkan masalah adalah dengan menggunakan kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.

b. Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar

Pada model pembelajaran berdasarkan masalah dibutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama di antara siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara bersama. Berkenaan dengan hal itu, siswa memerlukan bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.

c. Membantu Penyelidikan Mandiri Ataupun Kelompok

Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai sumber dengan jalan diberikan berbagai pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut.

Guru mendorong untuk pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam tahap penyelidikan dalam rangka pembelajaran berdasarkan masalah. Selama penyelidikan, guru memberikan bantuan yang dibutuhkan tanpa mengganggu aktivitas siswa. Puncak-puncak proyek PBI adalah penciptaan dan peragaan artifak seperti laporan, poster, model-model fisik, dan video tape.

d. Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah

Tugas guru pada tahap akhir PBI adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.

3.3 Lingkungan Belajar dan Tugas-tugas Manajemen

Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar pembelajaran dapat berlangsung tertib tanpa gangguan. Di samping itu, juga agar dapat menangani siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, serta panduan bagaimana mengelola kerja kelompok. Salah satu masalah yang cukup rumit adalah bagaimana guru harus menangani siswa (individu maupun kelompok) yang menyelesaikan tugas lebih awal maupun yang terlambat.

Selain itu, guru sering menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, dan hal ini biasanya dapat merepotkan dalam pengelolaaannya. Oleh karena itu, untuk efektivitas kerja, guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah guru harus menyampaikan aturan, tatakrama/sopan santun yang jelas untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan penyelidikan di luar kelas, terlebih ketika melakukan penyelidikan di masyarakat.

4. Pengertian Belajar

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemamouannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.

Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observasi) dan dapat diukur. Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan.

Depdiknas (2003) mendefinisikan ‘belajar’ sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Prose situ disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaaan siswa. Belajar bukanlah menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal itu terbukti, yakni hasil ulangan siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.

Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Witherington (1952) : “belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.

Jadi belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkunngannya.

5. Aktivitas Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar

Di dalam belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Menurut Sardiman (1987:94) aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar. Dalam hal kegiatan belajar mengajar Rousseon di dalam Sardiman (1987:95) memberikan penjelasan bahwa segala sesuatu pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, penyelidikan sendiri, dengan kerja sendiri, baik secara rohani maupun secara teknis.

Menurut Anton M. Mulyono (2001 : 26), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktifitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

Sedangkan aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif, seperti yang dikemukakan oleh Rochman Natawijaya dalam Depdiknas(2005 : 31), belajar aktif adalah “Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek koqnitif, afektif dan psikomotor”.
Keaktifan siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti : sering bertanya kepada guru atau siswa lain, mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, mampu menjawab pertanyaan, senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.
Seorang pakar pendidikan, Trinandita (1984) menyatakan bahwa ” hal yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing - masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

Banyak macam kegiatan yang dapat dilakukan siswa siswa di sekolah yang tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti aktivitas yang ada pada sekolah yang masih menggunakan metode tradisional. Paul B. Diedrich dalam Sardiman (1987:99) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam aktivitas murid antara lain sebagai berikut :

a. Visual Activities, seperti membaca, memperhatikan, demonstrasi, percobaan, dan lain sebagainya.

b. Oral Activities, seperti merumuskan, bertanya, mengeluarkan pendapat, mengadakan interview, diskusi, interupsi, dan lain sebagainya.

c. Listening Activities, seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, music, pidato dan lain sebagainya.

d. Writing Activities, seperti menulis cerita, karangan, dan lain sebagainya.

e. Drawing Activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola, dan lain sebagainya.

f. Motor Activities, seperti melakukan percobaan, membuat konstruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, memelihara binatang, dan lain sebagainya.

g. Mental Activities, seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan, dan lain sebagainya.

h. Emotional Activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, berani, tenang, gugup, dan lain sebagainya.

Dari berbagai macam aktivitas di atas, tentu saja tidak terpisah satu sama lain dalam setiap kegiatan mental dan disertai oleh perasaan tertentu. Jadi dengan klasifikasi aktivitas seperti yang telah diuraikan di atas, menunjukkan bahwa aktivitas di sekolah cukup kompleks dan bervariasi. Seandainya berbagai macam kegiatan tersebut dapat diciptakan di sekolah, maka sekolah-sekolah akan lebih dinamis, tidak membosankan dan benar-benar menjadi pusat aktivitas belajar yang bagus.

6. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi hasil belajar dan tindakan mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari usaha yang telah dilakukan. Menurut Hamalik (2002:155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999:4-5) dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat diukur seperti tertuang dalam report, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan.

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak dari sutau interaksi dalam proses pembelajaran. Menurut Nasrun (dalam Tim Dosen, 1980:25) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran.

Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:

1. Ranah Kognitif\

Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

2. Ranah Afektif

Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.

3. Ranah Psikomotor

Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).

Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.

Hasil belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b). Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah, (Nana Sudjana, 2004:22).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil belajar yaitu :

1. Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar)

Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2. Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar)

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.

Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana Sudjana, 1989:111)

Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dna keterampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indicator untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa. Dan dari beberapa pendapat di atas maja dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah ia menerima suatu perubahan yang berupa angka (nilai).

7. Evaluasi pada Pembelajaran PBI (Problem Base Introduction)

Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (John M. Echols dan Hasan Shadily: 1983). Menurut Stufflebeam, dkk (1971) mendefinisikan evaluasi sebagai the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

Sedangkan, Rooijackers Ad mendefinisikan evaluasi sebagai "setiap usaha atau proses dalam menentukan nilai". Secara khusus evaluasi atau penilaian juga diartikan sebagai proses pemberian nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran untuk keperluan pengambilan keputusan. Dan menurut Anne Anastasi (1978) mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.

Davies mengemukaan bahwa evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses orang, objek, dan masih banyak yang lainnya. Sedangkan Wand dan Brown mengmukaan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai dari suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.

Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dnegan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1990:30). Dengan batasan-batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu, (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan lain-lain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian.

Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi

Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru mebandingkan dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru melakukan proses menilai tetapi dapat pula langsung melalui penilaian saja.

Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang mernuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru/pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Dalam PBI perhatian pembelajaran tidak pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian tidak cukup bila hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan pensil (paper and pencil test). Teknik penilaian yang sesuai dengan model ini adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang merupakan hasil penyelidikan mereka.

Tugas evaluasi yang sesuai untuk model ini terutama terdiri atas menemukan prosedur penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa, misalnya dengan penilaian kinerja dan peragaan hasil.